Konten Artikel

Peran Siswa MA Assalafiyyah dalam Menghadapi Era Society 5.0

Sosial Budaya Sains dan Teknologi Sosiologi

Oleh: Admin, Tanggal: 11-Okt-2021, 10:53 WIB

Oleh: Misbahul Munir, S.Pd

Kemajuan zaman   melalui   inovasi sains   dan   teknologi   sangat   luar   biasa, seperti meningkatnya  daya  komputasi.  Hal  ini sangat  memberikan  pengaruh  pada  tatanan  kehidupan kita.Jika  melihat  perkembangan  peradaban  manusia.  Semuanya  di  mulai  dari  society  1.0,  di mana  manusia menghabiskan  waktu  untuk  berburu  dan  berpindah-pindah  tempat  melalui peralatan  sederhana  dan  kekuatan  alam  yaitu  api.  Kemudian  society  2.0  manusia  mampu mengolah tanah untuk menumbuhkan makanan dan menjinakkanhewan liar (domistikasi) untuk kepentingan mereka. Pada era selanjutnya populasi manusia semakin banyak, kebutuhan sandang pangan  dan  papan  juga  semakin  banyak, sementara  kemampuan  manusia  masih  terbatas.  maka muncul revolusi  industri  di  inggris  pada  abad 18  yang  mengubah  industri  produksi  kebutuhan semakin besar. inilah yang disebut sebagai society 3.0. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia memasuki era di mana akses informasi semakin cepatyaitu  society 4.0. Jarak ruang dan waktu antar manusia seakan hilang, data yang sebelumnya berupa fisik berubah menjadi digital dan dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja. Sistem ekonomi, pendidikan, dan lainnya pun bergeser  pada  ranah  digital,  sehingga  mengalami  disrupsi  sangat cepat,  seperti  belanja  di mall berganti  shopee,  pendidikan  luring  menjadi  daring,  bahkan  silaturrahmi  lebaran  melalui  daring. Lalu, apakah selanjutnya yang akan terjadi?

Pada   tahun   2016,   kabinet   jepang   dalam   rencana   dasar   sains   dan   teknologi   ke-5 mengusulkan bentuk society 5.0 dengan menciptakan “masyarakat super cerdas” yang kemudian diperkenalkan  pada  tahun  2019.  Society  5.0  sendiri dibuat  sebagai  bentuk  antisipasi  akibat  gejolak disrupsi dari revolusi industry 4.0  yang menyebabkan ketidakpastian yang komplek dan ambigu   dari  arusglobalisasi.   Society   5.0   merupakan bentuk   masyarakat   yang   terhubung langsung  oleh  teknologi  digital  yang  hadir  secara  rinci  dengan  berbagai  kebutuhan  masyarakat itu  sendiri,  misalnya  penerapan  drone  untuk  mengirim  barang,  peralatan  rumah  tangga  dengan basis  kecerdasan  buatan  (AI),  pengoptimalan  pertanian  dengan  otomatisai  data  prediksi  cuaca, data air sungai dan lainnya.

Semua  hal  tersebut  menjadi  peluang,  namun  juga  dapat  menjadi  ancaman,  khususnya pada  kita  sebagai  generasi  melenial.  Sebagai  contoh, Ketika  perkembangan  teknologi  semakin pesat, tentu banyak aktifitas manusia yang dapat digantikan oleh teknologi. Lalu pertanyaannya, apakah kita sudah siap terhadap hal tersebut?

Tentunya  bagi  mereka  yang  mengenyam  pendidikan  industri  seperti  Sekolah  Menengah Kejurusan  (SMK),  mempunyai  peluang  yang  lebih  untuk  meningkatkan  kemampuannya  di bidang   teknologi   informasi,   jauh   seperti   kita   yang   menempuh   pendidikan   atas   dasar pengembangan  keilmuan  itu  sendiri.  Namun,  walaupun  demikian,  bukan  berarti  kita  tidak memiliki   peluang   sama   sekali,   justru   peluang   kita   sebagai   siswa   yang   yang   penempuh Pendidikan  keagamaan, lebih  besar  dari  pada  mereka.  Mengapa  demikian?  sebab  pendidikan yang  berorientasi  pada  industri,  akan  mengalami  perubahan  kedepannya,  lebih-lebih ketika melihat  sejarah  yang  notabene  terjadi  krisis  setiap  10  tahun,  membuat  revolusi  dalam  bidang bisnis  maupun  industri. Untuk sederhananya  bisa  dikatakan  kalau pendidikan  industri harus selalu siap terhadap revolusi dan mampu mengikuti disrupsi yang terjadi.

Hal  tersebut  berbeda dengan kita yang  menempuh  pendidikan yang berorientasi  pada pengembangan  ilmu  pengetahuan  khususnya  keagamaan.  Sebab  pada  prinsipnya,  kemajuan keagamaan  tidak  dengan  carakita  kembangkan,  namun  dengan  memegang  teguh  prinsip  aturan agama,  lalu  dapat  disajikan  dengan  kondisi  yang  senantiasa  berubah.  Misalnya,  kita  tidak dituntut   mengubah   praktik   riba   dari   haram   menjadi   boleh   (mubah),   namun   kita   hanya mempertahankan  agar  praktik  riba  tidak  dijalankan  dengan berbagaibentukdan  model.  Hal tersebut  sebenarnya  cukup  dengan  kita  mengetahui  dasar-dasar  riba,  lalu  memberikan  altertatif transaksi  agar  tidak  mengandung  unsur  riba,  memalui  materi  pelajaran  umum  seperti  ekonomiatau gografi dan  ekonomi  (dalam  bahasa  post-modernisme  disebut  sebagai geokonomi).  Lalu, Ketika sudah diterapkan smart cityala society 5.0 dimana dan bagaimana peran kita?

Sebelum  penulis  jelaskan  lebih  lanjut,  mungkinsedikit  penulis  membertiakn  gambaran umum konsep ekonomi islam (lebih tepatnya Mu’amalah atau interaksi social) prinsipnya adalah Tabadul al-Manafi’ wa Tahqiq al-Ta’awun, artinya segala hal interaksi (baik baik bisnis mapun bukan)  semuanya  harus  mengandung hubungan  timbal  balik  (symbiosis)  yang  beroientasi  pada kemanfaatan dan terwujudnya hubungan saling tolong menolong. Dalam kitab klasik hal tersebut digambarkan  dengan  “jika  seseorang  diberi  anugrah  kekuatan  fisik,  maka  hendaknya  ia membajak  sawah,  jika  seseorang  tidak  mempunya  fisik  yang  kuat,  namun  ia  diberi  ilmu pengetahuan  pertanian,  maka  ia  bisa  bekerja  sebagai  petani,  jika  seseorang  tidak  mempunyai ilmu  pertanian, ia  bekerja  dengan  cara membeli  hasil  tanaman  dari  si  petani  lalu  di  jual  kepada orang  yang membutukan”. Nah,  dari  sini  kita  dapat  menggabarkan  bahwa  mereka  parah  tokoh imuan  murni,  adalah  orang-orang  mempunyai  ladang.  Lalu,  lalu  para  tokoh  industry  adalah sebagai  eksekutor,  dan  mereka  yang  membutuhkan  produk  adalah  konsumen.  Lalu,  di  mana posisi  kita  sebagai  siswa  pesantren  madrasah?  Yang  jelas  jangan  pernah  menjadi  konsumen mutlak, tapi jadilah ilmuan yang menciptakan ladang bagi mereka para pekerja industri.

Kita  mempunyai dua  potensi  yang  sangat  besar  yaitu,  ilmu  keagamaan  dan  ilmu  social atau  sains.  jika  kita  bisa  menguasai  salah  satunya  atau  bahkan  keduanya  sekaligus,  akan membuat kita lebih mempunyai peran yang sangat besar. Misalnya kita sebagai orang yang lebih menguasai ilmu agama, kita dapat bekerja sama dengan mereka yang mempunyai skil bidang IT, untuk  menyebarkan  paham  keagamaan  kita  yang  lebih  kuat,  jika  kita  sebagi  seorang  yang mumpuni  di  bidang  sains,  kita  dapat  berkolaborasi  dengan mereka  yang  dibekali  dengan  ilmu rekayasa  untuk  membuat  sebuah  produk  yang  lebih  dibutuhkan  dengan  masyarakat,  jika  kita sebagai  seseorang  yang  menguasai  ilmu  social,  kita  dapat  menjadi  konsultan  atau  membuat konsep strategi bisnis bagi peluaku bisnis. Sehingga, yang bekerja secara fisik bukan kita namun orang  lain,  dan  kita  hanya  menanam  (invest)  ide  atau  pemikiran  berupa  konsep  kepada  orang lain,  lalu  mengontrolnya  agar  mendapatkan  profit  kedepannya,  baik  berupa jariyah ataupun value. 

Namun, semuanya tidak mudah, semuanya butuh perjuangan, proses, dan kesabaran. Kita tidak bisa melakukan itu semua kalau hanya asyik dengan kenyamanan di masa sekarang. Tidak mau  belajar,  tidak  mau  menambah  wawasan  dan  tidak  meningkatkan  skill.  Dalam  undang-undang santri, yakni kitab Ta’lim al-Mutaallim sudah dijelaskan bahwa :

Kamu berharap menjadi ahli fiqih yang pandai berdiskusi dengan tanpa usaha, dan gila itu bermacam-macam. Artinya, tidak sebatahs ahli fiqh (orang yang mumpuni dan menguasai ilmu fiqh) namun juga  dapat  diartikan  sebagai  orang  yang  mumpuni  di  pengetahuan  sains  dan  social.  Maka  jika kita  mengharapkan  menjadi  manusia  yang  mumpuni  dan  menguasai  sains  dan  ilmu  social (seperti sosiologi, ekonomi, antropologi, dll), lalu kita hanya terlena dengan kemajuan teknologi sekarang  ini,  maka  kita  tidak  hanya  dianggap  bodoh,  namun  gila. Apakah  kita  mau  menjadi orang gila? Haha.... Untuk itu, mungkin piwulang orang tua kita yang berbunyi “obah tanpo owah” (bergerak tanpa berubah) atau “angleres ilining banyu, angeli ananging ora keli” (mengikuti perkembangan zaman  namun  jangan  terbawa  oleh kemajuan  zaman),  adalah  salah  satu  cara  kita  agar  terus mempunyai  memegang  prinsip  sebagai  manusia  yang  focus  mengembangkan  ilmu pengetahuan (social atau sains) dan mempertahankan ajaran agama.  Dan pada akhirnya sebagaimana pepatah “The  Holderof  The  Wins” orang  yang  senantiasa  bertahan  atau  memegang  prinsip  adalah pemenangnya.  Juga  sebagaimana  sitiran  bait  alfiyyah “wa  qoddimal-akhosso  fiittisholi  wa qoddiman  ma  syi’ta  fi al-infisholi” apa  yang  sudah  kita  punya  itulah  yang  paling  istimewa, bukan dengan apa yang orang lain punya. Wallahu a’lam.[]

PONPES ASSALAFIYYAH MLANGI

Pesantren Assalafiyyah Mlangi adalah lembaga pendidikan formal berbasis pesantren wajib bording di lingkungan pondok pesantren Assalafiyyah. Hingga saat ini telah berkembang dengan berbagai lembaga pendidikan formal dibawah payung Pondok Pesantren Assalafiyyah Mlangi yaitu; MTs, MA, dan SMK Assalafiyyah.

KONTAK KAMI

Alamat : Jl. Kyai Masduqi Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman - D.I Yogyakarta 55292
Telepon : 081393128882
Email : pengurus@ppasm.com