Konten Artikel

Hutang Barat Pada Islam

Pendidikan Agama Islam

Oleh: Admin, Tanggal: 04-Mei-2022, 13:25 WIB

Oleh Yendri Junaidi 

Tulisan ini bukan untuk mengkultuskan masa lalu. Bukan juga untuk memandang sebelah mata kemajuan yang dicapai peradaban lain. Tulisan ini sekedar mengungkap fakta sejarah yang sering atau sengaja diabaikan. Mengembalikan rasa percaya diri sebagian orang yang terlalu terkesima dengan apa yang ada pada orang lain dan lupa bahwa semua itu berasal dari Islam.

Peradaban Barat terlahir dari rahim peradaban Islam. Ini fakta yang enggan diakui oleh Barat kecuali segelintir kalangan pemikir yang mau objektif seperti Montgomery Watt, Sigrid Hunke, Max Vintéjoux, Thomas Schuetz, Fuat Sezgin dan beberapa lainnya.

Penulis buku "The Miracle of Arab" menangkap ada pengabaian yang disengaja (sebagian membahasakannya dengan ‘konspirasi diam’) terhadap peran dan pengaruh Islam terhadap peradaban Barat. Seolah-olah kemajuan yang dicapai Barat saat ini merupakan perpanjangan langsung dari peradaban Yunani dan Romawi kuno. 

Kalaupun ada yang mengakui peran kaum muslimin, itu tak lebih sekedar perantara saja. Perlu diketahui, Barat bisa menikmati pemikiran-pemikiran Socrates, Plato, Aristotle dan para filosof Yunani lainnya adalah berkat karya-karya ilmuwan Muslim seperti al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Merekalah yang berjasa mengenalkan tokoh-tokoh Yunani kuno itu pada dunia, termasuk pada Barat sendiri.

Tokoh yang paling berjasa mentransfer ilmu-ilmu Islam ke Barat adalah Friedrich II ; Kaisar Romawi dan Raja Sisilia pada abad 12 masehi. Ia sangat tertarik pada semua yang bernuansa Islam. Sampai-sampai ia memiliki satu kompi pasukan khusus yang semuanya kaum muslimin. Ia bahkan lebih lancar berbahasa Arab daripada bahasa Jerman, bahasa ibunya.

Ia mendirikan Universitas Napoli yang dinilai sebagai Universitas pertama di Eropa. Hampir semua ilmu keislaman diajarkan disini. Mulai dari kedokteran, farmasi, astronomi, bahkan sastra, seni, tataboga, design busana, sampai cara memotong rambut. Semua diadopsi dari karya-karya ilmuwan muslim. Tidak heran kalau ada yang mengatakan bahwa Universitas Napoli itu sesungguhnya adalah Universitas Islam.

Kevin Reilly dalam bukunya “A Topical History of Civilization” mengatakan bahwa Friedrich II adalah tokoh Eropa pertama yang sangat terpengaruh oleh Islam. Di istananya ia menjamu para ilmuwan muslim yang merupakan orang dekat Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. 

Karena kesukaannya pada Islam, ia dimusuhi oleh Gereja. Bahkan dua kali mereka menjatuhkan hukum ekskomunikasi pada sang Raja. Apalagi ketika ia menolak desakan Gereja untuk melancarkan perang Salib ke wilayah muslim.

Maka ketika ia wafat pada tahun 1250 M, kalangan gereja merampas dan menguasai seluruh buku dan manuskrip yang dimilikinya yang sebagian besar adalah karya ilmuwan muslim, baik dalam bahasa Latin maupun Arab. Buku-buku itu mereka simpan di tempat rahasia selama lebih dari 1 abad. 

Buku-buku tersebut telah diterjemahkan ke bahasa Latin. Akan tetapi nama pengarangnya sengaja tidak dimuat. Buku-buku itu sesungguhnya adalah karya Ibnu al-Haitsam, Walad az-Zarqiyal, Ibnu Sina, ar-Razi, al-Bathruji (dalam bahasa latin Alpetragius), Ibnu al-Baithar, Ibnu Zahar dan ilmuwan-ilmuwan muslim lainnya. Halaman pertama buku itu sengaja dirobek untuk membuang nama pengarang aslinya. Saat ini ada beberapa lembaga ilmiah di Barat yang mulai mengakui hal tersebut. 

Ketika buku-buku ini dibuka pada khalayak, setelah dipenjara selama lebih dari 1 abad, ide-ide dan pemikiran dalam buku-buku itu dicaplok oleh para ilmuwan Barat yang tersohor seperti Galileo Galilei, Leonardo Da Vinci dan lain-lain. Demikian diakui oleh Thomas Schuetz dalam film dokumenter tentang “Ilmu-ilmu Yang Tersimpan”.

Seorang peneliti Barat menulis : “Ditemukan sebuah manuskrip berusia 1350 tahun yang telah diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin. Manuskrip itu berisi karya ilmuwan astronomi terbesar masa itu ; al-Khawajah Nashiruddin ath-Thusi yang membangun observatorium Maragha (terletak di Azerbaijan saat ini). Ath-Thusi melahirkan sebuah teori yang dikenal dengan “Muzdawaj ath-Thusi”. Sebuah teori yang nyaris sempurna tentang sistem tata surya. Teori inilah yang mengilhami ahli astronomi terkenal ; Nicolaus Copernicus yang kepadanya dinisbahkan revolusi ilmiah terbesar sepanjang sejarah. Ketika kami bandingkan manuskrip ath-Thusi ini dengan teori Copernicus -sampai data dan simbol-simbol yang digunakan- ternyata sangat persis. Copernicus sendiri baru muncul ke dunia 150 tahun setelah ath-Thusi.”

Ini membuktikan bahwa ilmuwan muslim terdepan bahkan dalam ilmu-ilmu yang bersifat empiris (empirical science). Priffult dalam bukunya “Making of Humanity” dengan objektif mengatakan: “Sesungguhnya metode empiris dalam penelitian ilmiah merupakan keunggulan ilmuwan muslimin yang tidak pernah dikenal sebelum mereka.”

Tidak hanya dalam bidang science, hutang Barat pada Islam merambah bidang-bidang lainnya seperti sastra dan seni. Dante Alighieri yang sangat terkenal dengan “The Divine Comedy”nya mengambil ide-idenya dari buku al-Ghufran karya sastrawan Arab terkenal Abu al-‘Ala` al-Ma’arry. Goethe, seorang filosof, sastrawan dan ilmuwan Jerman, sebelum menulis karyanya West-ostlicher Diwan, telah membaca Alf Lailah wa Lailah karya Ibnu al-Muqaffa’dan karya-karya Hafizh asy-Syirazi. Rene Descartes, seorang filosof Perancis, dalam karya fenomenalnya Discourse on the Method menjiplak pemikiran-pemikiran Imam al-Ghazali dalam al-Munqidz min adh-Dhalal. 

Karena itu, seorang filosof Inggris terkenal ; Roger Bacon, merasa heran kalau ada orang yang ingin menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat tapi tidak paham bahasa Arab. Karena menurutnya bahasa Arab adalah bahasa ilmu dan peradaban. 

Kalau demikian, kenapa Barat enggan mengakui keunggulan, jasa dan pengaruh peradaban Islam terhadap peradaban Barat? Barangkali yang paling tepat menjawab pertanyaan ini adalah Mark Graham dalam bukunya “How Islam Made The Modern World” : “Karena saking banyaknya kita mengambil dari mereka (kaum muslimin), akhirnya kita enggan mengakui bahwa kita mengambil dari mereka, karena yang kita ambil tidaklah sedikit.” 

Karena masih dalam suasana Idul Fitri 1443 H, izinkan saya menyampaikan :

تقبل الله منا ومنكم وكل عام وأنتم بخير

 [YJ]

PONPES ASSALAFIYYAH MLANGI

Pesantren Assalafiyyah Mlangi adalah lembaga pendidikan formal berbasis pesantren wajib bording di lingkungan pondok pesantren Assalafiyyah. Hingga saat ini telah berkembang dengan berbagai lembaga pendidikan formal dibawah payung Pondok Pesantren Assalafiyyah Mlangi yaitu; MTs, MA, dan SMK Assalafiyyah.

KONTAK KAMI

Alamat : Jl. Kyai Masduqi Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman - D.I Yogyakarta 55292
Telepon : 081393128882
Email : pengurus@ppasm.com