KOMENTAR SASTRAWAN

Membaca puisi-puisi dalam kumpulan ini membawa hati dan pikir tergugah. Kepadatan tiap isinya mengajak berpikir ke ranah lain, ke maslahat yang mampu “mengguncang” dan “mendebar” hati kita untuk turut larut mencermati. Perihal sosial, budaya, jati diri, keagungan Tuhan, dan cinta mengalir dalam sentakan kalimat juga diksi-diksi yang tersaring rapi, maka dari itu, ia mengena kepada sentakan-sentakan pikir dan rasa tersebut. Puisi-puisi ini hadir bukan hanya membahasakan keindahan semata—lebih jauh— membicarakan getar batin penyairnya, sekaligus pula “menggaungkannya” kepada siapapun bahwa semua perihal perasaan itu mampu bergema untuk dirasakan, bahkan untuk disikapi bahwa “jalan puisi” juga mampu menjadikan sesuatu untuk dapat disikapi dengan arif, bijak, dan bahkan lebih mengena.

(Riki Utomi, Penyair)

Komentar untuk antologi puisi Syamsul Bahri; Yogya, Agama dan Perempuan. 3 tema yang menarik. Yogya adalah kota kenangan. Islam adalah agama pilihan dan perempuan sholihah adalah dambaan. Diksi-diksinya asyik dan tergolong puisi liris bertutur diri

dan sekitarnya. Menarik dan sangat layak diapresiasi serta bukunya dimiliki.

(Abdul Aziz HM El-Basyro, Penyair)

Kumpulan puisi Syamsul Bahri ini bagi saya menarik, terutama tentang Yogyakarta. Dia berusaha semaksimal mungkin “menulis nama-nama” walaupun bagi sang penyair, kota dalam dirinya makin asing tapi masih layak diziarahi. Syamsul juga pada puisi-puisinya merayakan kontemplasi diri. Penyair Syamsul pada buku perdananya, seperti sedang melakukan perjalanan batin yang dalam. (Rama Prambudhi Dikimara, Sastrawan)